Saya teringat sebuah pertanyaan. Emang iya ya jadi ibu rumah tangga membahagiakan? Kan ya sayang sekolahnya tinggi-tinggi? Eh tapi, saya tidak akan bahas tentang itu. Ini bukan sekadar jadi ibu rumah tangga atau jadi wanita karir. Ini tentang definisi bahagia setiap orang yang berbeda—yang kita wajib menghormatinya.
Keinginan saya untuk menulis ini dimulai dari surat kaleng seorang sahabat perempuan tentang keputusan hidupnya untuk berbahagia dengan jalannya sendiri. Ia punya cara unik yang ia sebut: mendefinisikan bahagia. Sebagai seorang yang pintar, keinginannya awalnya seperti orang-orang pada umumnya. Kuliah tinggi, aktif di organisasi sebagai bekal untuk meniti karir dan sukses karir di ibukota. Awalnya, begitulah ia mendefinisikan bahagia. Yang pada akhirnya ia sadari, itu adalah definisi bahagia versi orang pada umumnya. Yang sayangnya bukan versi dirinya sendiri.
Tiba-tiba saya dikejutkan oleh pesan whatsapp darinya yang kurang lebih isinya begini:
Himsa, aku mau belajar, jadi dosen aja, nggak jadi kerja di Jakarta, aku mau nanti aku sendiri yang mendidik anak-anakku. Aku mau anak-anakku dapat pemahaman baik tentang hidup dari ibunya sendiri.
Saya kaget. Seorang enerjik itu berubah haluan? Ada apa? Continue reading Definisi Bahagia